Kamis, 07 Agustus 2008

Tantangan Penyediaan Pangan

Diunduh dari Rubik FOKUS di Harian KOMPAS, Jumat, 8 Agustus 2008, halaman 47.

Pertumbuhan penduduk yang pesat dan kegagalan program keluarga berencana di sejumlah negara memunculkan tantangan serius bagi penyediaan pangan penduduk dunia ke depan. Krisis pangan serta adanya kompetisi sengit penggunaan lahan untuk pangan dan bahan bakar menjadi semacam lonceng peringatan yang harus dijawab oleh para pemimpin dunia.
Dengan laju pertumbuhan sebesar 1,1 persen, sekarang ini setiap tahun jumlah penduduk dunia bertambah 78 juta orang setiap tahun. Pada tahun 2050, jumlah penduduk dunia diprediksikan PBB akan mencapai 9,5 juta jiwa.
Beberapa kalangan mulai mencemaskan indikasi kegagalan program keluarga berencana (KB) di sejumlah negara. The Optimum Population Trust, mengutip data PBB, bahkan memprediksikan jumlah penduduk bakal membengkak menjadi 134 triliun jiwa pada tahun 2300 jika laju pertumbuhan penduduk dunia tetap seperti yang sekarang.
Kendati ada skenario doomsday, PBB sendiri meyakini penduduk dunia akan mengalami stabilisasi pada tahun 2200 di angka sekitar 10 miliar jiwa. Per Juli 2008, jumlah penduduk dunia adalah sekitar 6,68 miliar jiwa, dengan penduduk terbesar adalah China 1,321 miliar (19,84 persen penduduk dunia), India 1,132 miliar (16,96 persen), Amerika Serikat (AS) 304 juta (4,56 persen), dan Indonesia 232 juta jiwa (3,47 persen).
Pertumbuhan atau jumlah penduduk yang terlalu banyak (overpopulated) juga menciptakan tekanan terhadap lingkungan.
Keprihatinan menyangkut tantangan penyediaan pangan dan daya dukung lingkungan dalam beberapa dekade mendatang ini memunculkan sinyalemen adanya agenda negara maju, seperti AS dengan Tatanan Dunia Baru (New World Order)-nya, untuk mengendalikan jumlah penduduk dalam rangka menjaga perdamaian dan stabilitas dunia.
Dugaan adanya agenda AS itu, antara lain, dikaitkan dengan program konversi besar-besaran komoditas pangan ke bahan bakar nabati yang dimotori AS dan Uni Eropa. Oleh sementara kalangan, konversi jagung ke etanol dilihat sebagai bagian dari strategi AS mewujudkan ambisi memonopoli pasokan pangan dunia sebagai jalan untuk menguasai dunia.
Mereka yang melontarkan sinyalemen ini merujuk pada kalimat Henry Kissinger, ”Control oil and you control nations, control food and you control the people.” Penasihat keamanan nasional di era Richard Nixon itu menganggap kelaparan, penyakit, dan perang sebagai instrumen de facto pengendalian penduduk dunia yang mengalami overpopulasi. Nixon sendiri berpendapat, overpopulasi menjadi ancaman bagi keamanan dan stabilitas dunia.

Lebih dari cukup
Achim Steiner, pimpinan Program Lingkungan PBB, dalam beberapa kesempatan mengatakan, persoalan di balik krisis pangan sekarang ini sebenarnya bukan tidak tersedianya produksi pangan yang cukup secara fisik, tetapi lebih karena tidak adanya akses jutaan penduduk akibat harga yang terus melonjak.
Produksi pangan global sekarang ini sebenarnya lebih dari cukup untuk bisa memberi makan seluruh penduduk dunia. Bahkan, secara global, produksi sekarang cukup untuk memberi makan dua kali lipat jumlah penduduk dunia. Tetapi, kondisi pasar dan pasokan yang sangat dikendalikan oleh persepsi investor di pasar berjangka mendistorsi akses ke pangan tersebut. ”Masyarakat dan kehidupan yang riil dipengaruhi oleh dimensi yang sifatnya hanya spekulatif,” ujarnya.
Kenyataan sekarang ini, satu dari setiap enam penduduk dunia sekarang ini mengalami kurang gizi parah. Akibat lonjakan harga pangan, sekitar seratus juta penduduk dunia terperosok ke dalam kemiskinan ekstrem sehingga bagi dunia ini seperti menghapuskan seluruh kemajuan yang dicapai dalam pemberantasan kemiskinan dalam tiga dekade terakhir.
Di Indonesia sendiri, sinyalemen gagalnya program KB juga menyeruak akhir-akhir ini. Salah satu yang melontarkan adalah Ketua DPR Agung Laksono dan dosen Pascasarjana Ilmu Kedokteran Dasar Universitas Padjadjaran, Wildan Yatim.
Menurut Wildan Yatim, program KB nasional sudah gagal total. Ia merujuk pada lonjakan jumlah penduduk dari hanya 75 juta jiwa menjadi 215 juta tahun 2000. Artinya, selama 50 tahun, terjadi penambahan penduduk sebanyak 140 juta atau 187 persen, yang berarti 3,7 persen per tahun. Padahal, Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) sendiri menetapkan target tertinggi pertumbuhan penduduk 1,5 persen.
Kepala BKKBN Pusat Sugiri Syarief sendiri memperkirakan jumlah penduduk Indonesia bisa membengkak menjadi 270 juta orang tahun 2015 jika program KB gagal atau 30 juta orang di atas kondisi normal jika KB berjalan baik. (tat)

[Kembali]

Tidak ada komentar: