PALEMBANG — Meski termasuk 236 satwa langka yang dilindungi berdasarkan Undang-Undang No 7 Tahun 1999, namun trenggiling (manis javanica) dan beberapa satwa langka lainnya bebas perjualbelikan. Bahkan dalam prakteknya, trenggiling dan beberapa satwa langka Sumsel menjadi lahan bisnis ilegal namun menjanjikan hingga keluar negeri. Menurut sumber Sriwijaya Post, para pelaku memiliki jaringan kuat hingga menembus manca negara. Jaringan penjualan hewan yang dilindungi ini sulit dilacak sebab rapi, kuat, dan sembunyi-sembunyi.Hal ini ditandai dengan dibukanya bangsal atau kios, semacam tempat bisnis jual-beli ular, biawak, dan beberapa hewan lainnya di beberapa pasar tradisonal di beberapa kawasan Palembang. Kios atau bangsal ini diklaim pemilik mendapat izin dan resmi. Tetapi dalam praktiknya justru hewan-hewan langka, seperti trenggiling yang dibidik para pelaku.Sementara itu menanggapi tentang jual beli satwa langka, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumsel, Ir Dodi Supriadi Dinas Kehutanan tidak pernah mengeluarkan ijin untuk jual beli hewan langka.Izin satwa langka harus dari Presiden dengan persyaratan khusus.Meski sulit dilacak, tetapi tidak sulit mendapatkan tempat atau menemui orang yang berbisnis hewan langka. Penelusuran Tim Sripo, terdapat beberapa lokasi penjualan trenggiling yakni, di Pasar Burung 16 Ilir, Pasar 10 Ulu dan Pasar Klinik terdapat kios yang dipasang merk cukup mencolok. Namun tidak disebutkan nama Trenggiling di sana. Sebab menurut warga sekitar, sejak dinyatakan dilindungi para pembeli mapun penadahnya, sangat hati-hati lantaran takut ketahuan pihak berwajib.Menurut H yang mengaku pernah bekerja pada salah seorang anggota sindikat penjualan satwa langka ini, satwa yang dilindungi justru paling banyak diperjualbelikan hingga ke luar negeri adalah trenggiling. Sebab binatang ini sangat diminati negara tetangga. Cara kerjanya terbilang sangat rapi sebab melibatkan oknum dari instansi-instansi terkait. Menurut pria yang sehari-hari kerap mangkal di pasar 16 Ilir ini, menjual satwa terutama trenggiling jika ditimbang mencapai 10 ton per bulan. “Saya ingin memberikan suatu fakta yang benar-benar terjadi saat ini,” tandasnya.Namun, jangan dikira bisnis ini tidak mengandung resiko. Sebab sangat rentan tertangkap. Sehingga untuk memuluskan jalan bisnis terlarang ini, mereka bisa merogoh kocek mencapai Rp 50 juta perbulan untuk memberikan setoran atau semacam upeti kepada beberapa pihak terkait. Demi kelancaran bisnis, setoran ini terbilang kecil, sebab keuntungan yang diperoleh tiap bulannya lebih besar jika dijual keluar negeri.Dikatakan Heri, biasanya oknum pengumpul satwa liar menyimpan satwa yang dilindungi tersebut di sebuah gudang di kawasan Pakjo. Salah seorang penjual, A mengaku dirinya memang bertugas mencari trenggiling. “Biasanya saya membeli trenggiling dari warga hingga Rp 150 ribu per kilogramnya,” tandas pria dua anak ini sembari mengaku berapapun trenggiling yang didapatnya biasanya langsung dijual pada Ak, penadah yang seminggu sekali mendatanginya. “Biasanya kita janjian disini,” ungkap pria yang hobby mengenakan topi ini sembari menunggu warga yang akan menjual terenggiling padanya.Ditambahkan A, trenggiling yang dibelinya dari warga itu kemudian dijual kepada Ak dengan harga Rp 225 ribu. “Lumayanlah, untung 75 ribu, buat nambahi jajan anak saya,” tandas pria ini. (tim Sriwijaya Post)
Senin, 04 Agustus 2008
Meski Dilindungi, Trenggiling Laku di Luar Negeri
Dikutip dari SRIWIJAYA POST, Rabu, 30 April 2008 .
PALEMBANG — Meski termasuk 236 satwa langka yang dilindungi berdasarkan Undang-Undang No 7 Tahun 1999, namun trenggiling (manis javanica) dan beberapa satwa langka lainnya bebas perjualbelikan. Bahkan dalam prakteknya, trenggiling dan beberapa satwa langka Sumsel menjadi lahan bisnis ilegal namun menjanjikan hingga keluar negeri. Menurut sumber Sriwijaya Post, para pelaku memiliki jaringan kuat hingga menembus manca negara. Jaringan penjualan hewan yang dilindungi ini sulit dilacak sebab rapi, kuat, dan sembunyi-sembunyi.Hal ini ditandai dengan dibukanya bangsal atau kios, semacam tempat bisnis jual-beli ular, biawak, dan beberapa hewan lainnya di beberapa pasar tradisonal di beberapa kawasan Palembang. Kios atau bangsal ini diklaim pemilik mendapat izin dan resmi. Tetapi dalam praktiknya justru hewan-hewan langka, seperti trenggiling yang dibidik para pelaku.Sementara itu menanggapi tentang jual beli satwa langka, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumsel, Ir Dodi Supriadi Dinas Kehutanan tidak pernah mengeluarkan ijin untuk jual beli hewan langka.Izin satwa langka harus dari Presiden dengan persyaratan khusus.Meski sulit dilacak, tetapi tidak sulit mendapatkan tempat atau menemui orang yang berbisnis hewan langka. Penelusuran Tim Sripo, terdapat beberapa lokasi penjualan trenggiling yakni, di Pasar Burung 16 Ilir, Pasar 10 Ulu dan Pasar Klinik terdapat kios yang dipasang merk cukup mencolok. Namun tidak disebutkan nama Trenggiling di sana. Sebab menurut warga sekitar, sejak dinyatakan dilindungi para pembeli mapun penadahnya, sangat hati-hati lantaran takut ketahuan pihak berwajib.Menurut H yang mengaku pernah bekerja pada salah seorang anggota sindikat penjualan satwa langka ini, satwa yang dilindungi justru paling banyak diperjualbelikan hingga ke luar negeri adalah trenggiling. Sebab binatang ini sangat diminati negara tetangga. Cara kerjanya terbilang sangat rapi sebab melibatkan oknum dari instansi-instansi terkait. Menurut pria yang sehari-hari kerap mangkal di pasar 16 Ilir ini, menjual satwa terutama trenggiling jika ditimbang mencapai 10 ton per bulan. “Saya ingin memberikan suatu fakta yang benar-benar terjadi saat ini,” tandasnya.Namun, jangan dikira bisnis ini tidak mengandung resiko. Sebab sangat rentan tertangkap. Sehingga untuk memuluskan jalan bisnis terlarang ini, mereka bisa merogoh kocek mencapai Rp 50 juta perbulan untuk memberikan setoran atau semacam upeti kepada beberapa pihak terkait. Demi kelancaran bisnis, setoran ini terbilang kecil, sebab keuntungan yang diperoleh tiap bulannya lebih besar jika dijual keluar negeri.Dikatakan Heri, biasanya oknum pengumpul satwa liar menyimpan satwa yang dilindungi tersebut di sebuah gudang di kawasan Pakjo. Salah seorang penjual, A mengaku dirinya memang bertugas mencari trenggiling. “Biasanya saya membeli trenggiling dari warga hingga Rp 150 ribu per kilogramnya,” tandas pria dua anak ini sembari mengaku berapapun trenggiling yang didapatnya biasanya langsung dijual pada Ak, penadah yang seminggu sekali mendatanginya. “Biasanya kita janjian disini,” ungkap pria yang hobby mengenakan topi ini sembari menunggu warga yang akan menjual terenggiling padanya.Ditambahkan A, trenggiling yang dibelinya dari warga itu kemudian dijual kepada Ak dengan harga Rp 225 ribu. “Lumayanlah, untung 75 ribu, buat nambahi jajan anak saya,” tandas pria ini. (tim Sriwijaya Post)
PALEMBANG — Meski termasuk 236 satwa langka yang dilindungi berdasarkan Undang-Undang No 7 Tahun 1999, namun trenggiling (manis javanica) dan beberapa satwa langka lainnya bebas perjualbelikan. Bahkan dalam prakteknya, trenggiling dan beberapa satwa langka Sumsel menjadi lahan bisnis ilegal namun menjanjikan hingga keluar negeri. Menurut sumber Sriwijaya Post, para pelaku memiliki jaringan kuat hingga menembus manca negara. Jaringan penjualan hewan yang dilindungi ini sulit dilacak sebab rapi, kuat, dan sembunyi-sembunyi.Hal ini ditandai dengan dibukanya bangsal atau kios, semacam tempat bisnis jual-beli ular, biawak, dan beberapa hewan lainnya di beberapa pasar tradisonal di beberapa kawasan Palembang. Kios atau bangsal ini diklaim pemilik mendapat izin dan resmi. Tetapi dalam praktiknya justru hewan-hewan langka, seperti trenggiling yang dibidik para pelaku.Sementara itu menanggapi tentang jual beli satwa langka, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumsel, Ir Dodi Supriadi Dinas Kehutanan tidak pernah mengeluarkan ijin untuk jual beli hewan langka.Izin satwa langka harus dari Presiden dengan persyaratan khusus.Meski sulit dilacak, tetapi tidak sulit mendapatkan tempat atau menemui orang yang berbisnis hewan langka. Penelusuran Tim Sripo, terdapat beberapa lokasi penjualan trenggiling yakni, di Pasar Burung 16 Ilir, Pasar 10 Ulu dan Pasar Klinik terdapat kios yang dipasang merk cukup mencolok. Namun tidak disebutkan nama Trenggiling di sana. Sebab menurut warga sekitar, sejak dinyatakan dilindungi para pembeli mapun penadahnya, sangat hati-hati lantaran takut ketahuan pihak berwajib.Menurut H yang mengaku pernah bekerja pada salah seorang anggota sindikat penjualan satwa langka ini, satwa yang dilindungi justru paling banyak diperjualbelikan hingga ke luar negeri adalah trenggiling. Sebab binatang ini sangat diminati negara tetangga. Cara kerjanya terbilang sangat rapi sebab melibatkan oknum dari instansi-instansi terkait. Menurut pria yang sehari-hari kerap mangkal di pasar 16 Ilir ini, menjual satwa terutama trenggiling jika ditimbang mencapai 10 ton per bulan. “Saya ingin memberikan suatu fakta yang benar-benar terjadi saat ini,” tandasnya.Namun, jangan dikira bisnis ini tidak mengandung resiko. Sebab sangat rentan tertangkap. Sehingga untuk memuluskan jalan bisnis terlarang ini, mereka bisa merogoh kocek mencapai Rp 50 juta perbulan untuk memberikan setoran atau semacam upeti kepada beberapa pihak terkait. Demi kelancaran bisnis, setoran ini terbilang kecil, sebab keuntungan yang diperoleh tiap bulannya lebih besar jika dijual keluar negeri.Dikatakan Heri, biasanya oknum pengumpul satwa liar menyimpan satwa yang dilindungi tersebut di sebuah gudang di kawasan Pakjo. Salah seorang penjual, A mengaku dirinya memang bertugas mencari trenggiling. “Biasanya saya membeli trenggiling dari warga hingga Rp 150 ribu per kilogramnya,” tandas pria dua anak ini sembari mengaku berapapun trenggiling yang didapatnya biasanya langsung dijual pada Ak, penadah yang seminggu sekali mendatanginya. “Biasanya kita janjian disini,” ungkap pria yang hobby mengenakan topi ini sembari menunggu warga yang akan menjual terenggiling padanya.Ditambahkan A, trenggiling yang dibelinya dari warga itu kemudian dijual kepada Ak dengan harga Rp 225 ribu. “Lumayanlah, untung 75 ribu, buat nambahi jajan anak saya,” tandas pria ini. (tim Sriwijaya Post)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar