Kamis, 31 Juli 2008

Tak Mudah Merajut Harmoni

Sudut Eksplorasi
Oleh N. Syamsuddin Ch. Haesy
Dikutip dari Rubrik Ekonomi - Keuangan - Bisnis di Harian Jurnal Nasional, Jakarta Kamis, 31 Juli 2008, halaman 04.

SALAH satu kunci penting membangun indutri pertambangan di Indonesia, layaknya di belahan lain dunia yakni terbangun harmoni antara pemerintah pusat, daerah, dan investor. Terutama dalam melaksanakan sistem pertambangan yang baik (good mining).
Kalimat itu diucapkan Rininta, seorang sahabat, yang selama ini banyak melakukan studi tentang hubungan pemerintah, investor, dan masyarakat di kawasan pertambangan. Dia menebar senyum penuh makna, ketika mengatakan, ihwal satu itu merupakan persoalan yang terkesan ringan, namun amat berat dilaksanakan. “Maklum, terlalu banyak pemangku kepentingan mengekspresikan kepentingannya masing-masing,” katanya.
Sambil menikmati teh segar jelang senja, Rininta menyebut, potensi tambang, umumnya berada di kawasan hutan dan pedalaman. Kawasan yang masih banyak dihuni penduduk asli itu segera berubah saat proses penambangan dimulai. Meskipun, investor sejak awal sudah melakukan apa yang disebut sebagai corporate social responsibility. Tanggung jawab sosialnya, di luar tanggung jawab perusahaan yang diatur beragam regulasi dan perundang-undangan.
“Apalagi kawasan pertambangan yang beralih-alih status kewilayahannya akibat otonomi daerah dan pemekaran wilayah,” ucap Rini. Atau kawasan pertambangan di wilayah – yang akibat otonomi daerah – tiba-tiba dipimpin kepala daerah yang tidak mempunyai pengalaman di lingkungan pemerintahan. Misalnya, mantan pengusaha lokal yang terpilih sebagai gubernur atau bupati melalui sistem pemilihan langsung.
“Selain tak mengerti sistem penyelenggaraan pemerintahan secara menyeluruh, mereka sering terdesak membuktikan janji-janji politiknya selama kampanye. Lalu, dengan cara gampangan memandang investor multinasional di lingkungan industri pertambangan sebagai automatic teller machine untuk memenuhi janji politiknya,” kata dia lagi.
Rini tersenyum, ketika Faiza, sobat lain yang terlibat perbincangan, nyeletuk,”Ada lo kepala daerah, yang selalu menjadikan investor sebagai sasaran saat suasana hatinya tidak bagus. Ribut dengan istri, investor yang dimarahi. Tertinggal pesawat lantaran terlambat datang ke bandara, investor juga yang kena marah.” Kami tergelak. Ya.. di zaman semangat menjadi raja kecil berkecambah, semua itu bisa terjadi.
Dalam konteks inilah, kata Rini, sistem dan mekanisme koordinasi antarpemangku kepentingan menjadi sangat penting dan strategis. Salah satu caranya, melakukan penataan ruang kawasan di dalam kesatuan tata ruang nasional. Melalui penataan ruang nasional, semua pemangku kepentingan mesti dilibatkan. Paling tidak menentukan kawasan strategis nasional, kawasan strategis daerah provinsi dan kabupaten. Termasuk kawasan budi daya dan kawasan lindung dengan segala peruntukannya. “Tentu, penataan ruang ini juga mesti dilengkapi berbagai kebijakan lain yang bisa menguatkan integralitas perencanaan pembangunan berskala nasional, provinsi, dan kabupaten,” kata perempuan berbasis planologi itu.
Rencana tata ruang, bagi Rini, mesti meliputi seluruh aspek perencanaan pembangunan berdimensi jangka panjang, menengah, dan tahunan. Keterpaduan ini menjadi penting, agar berbagai soal yang selama ini menjadi sumber masalah disharmoni antarpemangku kepentingan bisa dipadukan. Namun, benar apa yang dibilang Faiza, semua berpulang kepada kejernihan hati dan pikiran dalam mewujudkan tanggung jawab sosial bersama. “Tak mudah merajut harmoni, Rin…,” seru Faiza. Rini hanya bisa tersenyum, karena kalimat yang diucapkan Faiza itu laksana bumerang. Kebetulan, Faiza sering cekcok dengan pasangannya… He he..

Syamsuddin Ch. Haesy

Kembali

Tidak ada komentar: